BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan mata pelajaran IPS di sekolah merupakan sebuah sarana untuk mengembangkan dan melatih siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip , ilmu – ilmu sosial memiliki kecakapan ilmiah serta kemampuan kerjasama dalam sebuah kelompok. Tujuan dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat tercapai bila dalam proses pembelajaran berjalan dengan baik.
Kesukaran siswa dalam memahami IPS terlihat dari hasil belajar siswa yang belum sesuai dengan harapan. Berdasarkam data yang diperoleh, nilai rata-rata ujian semester genap tahun ajaran 2010/2011 adalah 53,5 dari 100 sedangkan nilai KKM yang diharapkan adalah 70. Berdasarkan hasil yang diperoleh sebanyak 70% siswa tidak memenuhi standar KKM.
Hal ini dimungkinkan terjadi karena waktu alokasi jam pelajaran Ilmu pengetahuan sosial terpadu yang disediakan 5 jam pelajaran tiap minggu. Sedangkan materi pelajaran yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu 6 bulan harus selesai bagaimanapun caranya. Proses pembelajaran tersebut mengakibatkan siswa menerima konsep-konsep yang utuh tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri siswa maupun yang ada di sekitarnya, pembelajaran lebih bersifat hapalan sehiongga menjadi kurang bermakna bagi siswa yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
Banyak model yang tersedia dalam meningkatkan hasil belajar siswa salah satunya adalah cooperative learning. Pembelajaran cooperative sangat baik diterapkan didalam kelas. Para ahli telah menunjukan bahwa pembelajaran cooperative dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. (Trianto, 2007: 44). Sebenarnya pembelajaran yang ada di sekolah selama ini telah menerapkan system belajar kelompok. Beberapa tugas harus dikerjakan siswa secara berkelompok dan berdiskusi, tetapi hasil pembelajaran yangh diperoleh tidaksesuai dengan yang diharapkan strategi ini tidak terlalu epektif, walaupun guru sudah berusaha dan mendorong siswa untuk berpartisIlmu Pengetahuan Sosialsi. Siswa bukannya memanfaatkan kegiatan tersebut untuk membangun pengetahuan, malah memboroskan waktu dengan bermain, bergurau, dan sebagainya. Selain itu, pembagian tugas dan system pengelompokan siswa dirasakan kurang epektif karena dibentuk hanya berdasarkan gender. Para siswapun mengeluh tidak bias bekerja sama secara epektif dalam kelompok karena pembelajaran didominasi oleh siswa yang pintar. Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif yang benar siswa dilatih untuk dapat membantu temannya agar dapat mengembangkan pengetahuan yang dimiliki bersama. Halini dapat melatih tingkat emosional individu yang dimiliki siswa.
Model pembelajaran kooperatif
banyak maca,nya. Tipe-tipe dari model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah tipe Jigsaw, tipe Thing Pair Share (TPS), tipe Number Head Together (NHT), Teams Games Tournaments (TGT), dll. Dalam kesempatan penelitian kali ini, penulis memilih model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk menyelesaikan permasalahan diatas. Pembelajaran kooperatif tipe TGT memberikan kesempatan kepada guru untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif/positif (Steve Parson dakam Slavin, 2008: 167). Tipe TGT yang mempunyai cirri khas games dan turnamen ini menciptakan warna yang positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa terhadap permainan tersebut (Steve Parsons dalam Slavin, 2008: 167). Unsure games dan tournament ini hanya dimiliki oleh model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sesuai dengan kebutuhan dilapangan, berdasarkan hasil anggket, 90% para siswa pun menginginkan adanya suasana kelas yang kompetitif, dengan adanya permainan-permainan di kelas.
Berdasarkan penelitian beberapa orang mahasiswa Ilmu Pengetahuan Sosial tingkat akhir yang tertuang dalam skripsi nya didapatkan bahwa penerap[an model ini dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat membantu siswa untuk berkembang dalam memahami konsep-konsep yang ada di dalam Ilmu Pengetahuan Sosial. Namun ada beberapa temuan yang masih harus diperbaiki yaitu masalah kejenuhan siswa selama pembelajaran berlangsung. Kejenuhan ini dpat menghambat proses penyerapan informasi yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Dari penelitian yang telah ada, siswa yang duduk di barisan belakang cenderung untuk tidak memperhatikan pembelajaran. Dari situ dengan sedikit perubahan posisi tempat duduk akan dapat membuat siswa lebih focus kembali. Karena dengan merubah lingkungan fisik di dalam kelas dapat membantu siswa untuk aktif sehingga siswa dapat lebih focus di dalam pembelajaran, dari beberapa hasil penelitian terdahulu, hanya diperoleh kesimpulan yang merupakan bagian parsial yang harus dicapai siswa yaitu siswa dituntut untuk memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam hal ini mencakup aspek kognitif dan afektif.
Berdasarkan uraian yang telah dIlmu Pengetahuan Sosialparkan yang melatarbelakangi penulis untuk mencoba melakukan dan menerapkan model Cooperative Learning tipe Teams Games Tournament (TGT) di dalam kelas. Dengan model tersebut informasi yang didapatkan siswa tertanam diotak merka dalam jangka waktu yang panjang sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa di dalam kelas. Penulis juga bermaksud mengkaji dan menganalisis secara mendalam dalam sebuah penelitian yang berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada Siswa Kelas 9F SMP Negeri 1 Conggeang.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah duraikan sebelumnya, maka masalah yang ada dirumuskan sebagai berikut:......................................................
BAB II
MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TGT
DAN HASIL BELAJAR
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar ditafsirkan bermacam-macam oleh para pakar. Selain Gagne dan Morgan ada pula seorang pakar pendidikan yang menyebutkan arti yaitu “Learning is show by change in behavior as a result of experience.” (Cronbach: Suprijona, 2009). Menurut Travers (Suprijono. 2009) belajar merupakan “Proses menghasilkan perilaku. ”Sedangkan menurut Geoch (Suprijono. 2009). “Learning is change in performance as a result of practice.” Lebih kurang mempunyai makna belajar adalah suatu perubahan siskap sebagai hasil latihan. Dari berbagai pengertian para pakar pendidikan dapat kita simpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang perubahannya tidak diperoleh langsung bawaan dari lahir melainkan hasil latihan dan pengalaman suatu individu. Dengan kata lain belajar merupakan salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi bagi seorang individu untuk mencapai perubahan.
2. Prinsip belajar
Setelah memahami arti belajar maka selanjutnya harus mengetahui tentang prinsif belajar. Prinsip tentang belajar dapat kita temukan dari pengertian belajar. Berikut ini beberapa prinsip belajar yaitu:
a. Prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku ini mempunyai beberapa ciri diantaranya:
1. Bermanfaat sebagai bekal hidup
2. Bertujuan dan terarah
3. Mencakup keseluruhan potensi kemanusian
4. Permanen atau berakumulasi
5. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan
b. Belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar merupakan suatu proses sistemik yang dinamis, konstruktif dan ......................................................................
ANDA BUTUH BANTUAN MENYUSUN PTK HUBUNGI PENGELOLA BLOG INI, CP. 081320768859
Tidak ada komentar:
Posting Komentar